Kamis, 03 Februari 2011

STUDI PELAKSANAAN EVALUASI PADA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) GENERASI SEHAT DAN CERDAS DI KECAMATAN MOOTILANGO KABUPATEN GORONTALO


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
            Rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan pada rumah tangga miskin merupakan tantangan utama yang harus dihadapi Indonesia dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Masih tingginya angka mortalitas balita serta rendahnya tingkat penyelesaian pendidikan dasar dan menengah pertama anak-anak dalam rumah tangga miskin, merupakan isu-isu strategis yang sangat berpotensi menghambat upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Tanpa disertai upaya peningkatan kesehatan dan pendidikan, terutama kepada anak-anak generasi mendatang yang hidup dalam setiap rumah-tangga miskin, upaya untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia akan sulit dilakukan.
            Ditinjau dari sisi kebutuhan masyarakat serta pelayanan pendidikan dan kesehatan ada beberapa masalah yang perlu menjadi perhatian. Menurut Dauly bahwa beberapa masalah yang terjadi dari sisi kebutuhan masyarakat adalah sebagai berikut (1) Ketidaktahuan maupun ketidakpedulian rumah tangga miskin terhadap pentingnya menjaga kesehatan dan mengenyam pendidikan, (2) Ketidakmampuan keuangan rumah tangga miskin untuk membiayai perawatan kesehatan maupun menyekolahkan anggota keluarganya, (3) Ketidakmampuan keluarga miskin untuk secara konsisten menjaga keberlanjutan perawatan kesehatan dan pendidikan bagi anggota keluarganya. Sedangkan beberapa masalah yang terjadi dari sisi pelayanan adalah bentuk layanan kesehatan dan pendidikan yang kurang memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat miskin; biaya layanan kesehatan dan pendidikan yang dinilai masyarakat cukup tinggi, terutama bagi keluarga miskin; lokasi layanan kesehatan dan pendidikan yang terlalu jauh dari tempat tinggal keluarga miskin; Waktu layanan kesehatan dan pendidikan yang kurang sesuai dengan pola aktivitas anggota keluarga miskin. openlibrary.org/PNPM/17M - 9k
            Berdasarkan permasalahan sebagaimana di atas, menunjukkan bahwa perlu ada upaya-­upaya strategis untuk mengatasinya. Upaya strategis yang dilakukan agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, yaitu dengan menggunakan pendekatan partisipatif dari masyarakat itu sendiri.
            Pengalaman dari PPK menunjukkan bahwa masalah pendidikan dasar dan kesehatan ibu-anak merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat miskin, namun belum dapat dijangkau secara optimal. Karena itu untuk lebih menajamkan kedua masalah tersebut PPK telah diganti dengan format program baru yaitu  PNPM. Untuk mengetahui efektivitas dari program PNPM ini maka telah dilakukan uji coba program khusus bagi peningkatan kualitas pendidikan dasar dan kesehatan ibu-anak di beberapa daerah. Melalui uji coba program ini, maka dalam jangka panjang diyakini akan mampu mengurangi angka kemiskinan dan mendorong terciptanya generasi yang sehat dan cerdas di Indonesia.
            Program PNPM generasi dengan menggunakan dasar-dasar pemberdayaan masyarakat. Artinya bahwa program ini harus berangkat dari masyarakat, dilakukan oleh masyarakat dan diperuntukkan juga bagi masyarakat. Dibandingkan dengan pendekatan lainnya, pendekatan pemberdayaan masyarakat lebih mampu menjamin efektifitas dan keberlanjutan sebuah program penanggulangan kemiskinan. Sebagai bentuk kesinambungan dari program pemerintah yang telah ada sebelumnya, maka pelaku dan kelembagaan yang telah dibangun melalui PPK atau P2KP akan tetap digunakan dalam program ini.
Efektitasnya evaluasi program pengelolaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dapat dikaji dari kemampuan dalam penyebaran kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian serta penilaian. Adapun kegiatan perencanaan adalah penyusunan gambaran umum masalah dan sumber daya, menyusun rencana kerja dan menyusun program kegiatan prioritas masing-masing bidang. Kegiatan pengorganisasian antara lain pemberdayaan sumber daya, pelaksanaan kegiatan sedangkan kegiatan pelaksanaan dan pengendalian diantaranya memberikan pelayanan pendidikan sesuai rencana, kerja sama fungsional, pembinaan dan melakukan pemantauan pelaksanaan kegiatan. Untuk kegiatan evaluasi program yakni mengukur tingkat pencapaian tujuan dan menindaklanjuti hasil penilaian.
Uraian yang dipaparkan di atas menggambarkan bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) diharapkan dapat menjadi sentral seluruh kegiatan masyarakat, kemandirian dan kehandalan perlu dijamin oleh semua pihak. Oleh karena itu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebagai basis pengentasan kemiskinan masyarakat perlu dikembangkan secara komprehenship, fleksibilitas, dan terbuka bagi semua kelompok usia, sesuai dengan peranan, hasrat kepentingan dan kebutuhan belajar masyarakat. Mengoptimalkan  program – program PNPM yang sedemikian itu, masyarakat  termotivasi untuk berpatisipasi aktif dalam kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi sampai pada tindak lanjut program–program yang diselenggarakan. Melalui partisipasi ini akan tumbuh di dalam diri warga masyarakat rasa memiliki bersama terhadap program–program yang ada pada PNPM.
            Sasaran yang ingin dicapai kegiatan PNPM adalah diharapkan dapat meringankan beban masyarakat miskin serta memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan masyarakat agar dapat menghidupi dirinya dan keluarganya. Di samping itu,  program PNPM merupakan salah satu wadah yang berfungsi untuk mendidik dan mengembangkan potensi yang dimiliki masyarakat,  agar mereka mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang di miliki.
            Bertitik tolak dari pentingnya kedudukan PNPM bagi pencapaian tujuan pemberian bantuan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakt miskin maka perlu menghindari sistem pengelolaan yang tidak memberi hasil dan manfaat terhadap masyarakat.  Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo  dilaksanakan pada tahun 2007 dan  sampai dengan saat ini belum melakukan evaluasi pengelolaan program. Kondisi ini tercemin dari jenis program PNPM sejak dimulai sampai dengan saat ini tidak mengalami perubahan,  seperti jenis program yang telah direncanakan sejak awal pembentukan PNPM  ini, baik mencakupi aspek personil, sarana maupun tingkat ketercapain program yang telah direncanakan.
Akibat belum dilakukannya evaluasi program pada PNPM  maka pengelolaan aktivitas kegiatan kurang tearah pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil pengamatan penulis menunjukkan bahwa program kegiatan pada PNPM ini telah direncanakan sesuai mekanisme organisasi yang tepat, tetapi tidak dilakukan evaluasi secara mendalam tentang ketercapaian yang telah diperoleh. Kondisi ini mengakibatkan ada beberapa program yang dilakukan secara berulang setiap tahun, tetapi dilapangan kenyataannya program tersebut kurang menyentuh kepentingan warga belajar sebagai sasaran utama program.
            Kondisi lain menunjukkan antara lain PNPM Kecamatan Mootilango kurang mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia misalnya fasilitas, aspirasi masyarakat, fasilitator dan potensi lingkungan. Gejala ini dapat dilihat pada kegiatan-kegiatan PNPM yang kurang mengembangkan program pembinaan keterampilan serta berkaibat kurangnya minat masyarakat.
            Memperhatikan permasalahan di atas maka kedudukan evaluasi pengelolaan program sangat penting guna menentukan tingkat perkembangan PNPM  sebagai sarana belajar  warga masyarakat. Kondisi ini mendorong penulis ingin mengkaji masalah ini dengan judul: “Studi Pelaksanaan Evaluasi pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Generasi Sehat dan Cerdas di Kecamatan Mootilango  Kabupaten Gorontalo.



1.3    Rumusan Masalah
   Mengacu pada identifikasi masalah, dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana gambaran pelaksanaan evaluasi pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kecamatan Mootilango  Kabupaten Gorontalo?
1.3    Tujuan Penelitian
   Adapun yang tujuan dilakukan penelitian yaitu untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan evaluasi pada PNPM di Kecamatan Mootilango   Kabupaten Gorontalo.
1.4    Manfaat Penelitian
            Dari hasil penelitian diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai berikut:
1.   Bagi pengelola hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi sehingga sistem penyelenggaraannya menjadi lebih optimal.
2.   Bagi institusi PLS hasil penelitian ini merupakan bahan kajian untuk dicermati secara mendalam sehingga dapat memberikan tindakan tepat dalam merancang program pendidikan yang berbasis masyarakat.
3.   Bermanfaat bagi penelitian lebih lanjut bagi yang ingin mengembangkan dan mengkaji lebih dalam lagi permasalahan ini.







BAB II
KERANGKA TEORITIS



2.1    Hakikat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
            Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) atau sering disebut PNPM generasi menurut Depdagri (2007: 12) adalah program fasilitasi masyarakat dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan kegiatan untuk peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, serta peningkatan akses pendidikan dasar dan menengah.
            Tujuan dari program ini menurut Depdagri (2007 : 12) adalah yaitu untuk meningkatnya derajat kesehatan ibu dan anak-anak balita dan meningkatnya pendidikan anak-anak usia sekolah hingga tamat Sekolah Dasar (SD/MI) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs).
            Sasaran dari program ini adalah ibu-ibu yang sedang hamil, ibu menyusui dan bayinya, anak-anak balita, serta anak-anak usia sekolah dasar dan menengah pertama, terutama sekali bagi mereka yang termasuk dalam kelompok rumah tangga miskin.
            Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan program PNPM Depdagri (2007: 5) meliputi (1) Keberpihakan kepada orang miskin mengandung makna yaitu orientasi pada setiap kegiatan yang akan dilaksanakan, baik dalam proses maupun pemanfaatan harus ditujukan bagi penduduk miskin. (2) Keberpihakan kepada perempuan mengandung makna bahwa program ini memberikan akses atau kesempatan yang luas bagi kaum perempuan, terutama dari kelompok miskin untuk berpartisipasi pada setiap tahapan yang akan dilaksanakan. (3) Kepedulian kepada masa depan anak-anak yaitu mengandung makna bahwa, program ini memberikan perhatian yang sangat besar pada kondisi dan masa depan pendidikan dan kesehatan anak-anak bagi perkembangan mereka, terutama sekali mereka yang berasal dari anggota rumah tangga miskin. (4) Transparansi mengandung makna  bahwa seluruh kegiatan harus dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat luas. Masyarakat dan pelaku program yang berdomisili di desa dan kecamatan harus tahu, memahami dan mengerti adanya kegiatan program serta memiliki kebebasan dalam melakukan pengendalian secara mandiri. (5) Akuntabilitas mengandung makna bahwa setiap pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat setempat ataupun kepada semua pihak yang berkompeten sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang disepakati. (6) Partisipasi yaitu melalui program ini, masyarakat berperan aktif dalam setiap tahapan kegiatan, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, dana maupun barang yang dimilikinya secara sukarela. (7) Desentralisasi yaitu pemerintah lokal bersama masyarakat mempunyai tanggungjawab bersama dalam upaya meningkatkan pendidikan dan kesehatan bagi kelompok penduduk miskin.
            Nilai-nilai yang menjadi landasan utama dalam pelaksanaan program PNPM  Depdagri (2007: 12) meliputi (1) kejujuran, mengandung makna setiap proses pengambilan keputusan, pengelolaan dana, dan pelaksanaan kegiatan harus dilakukan dengan jujur tanpa adanya upaya rekayasa dan manipulasi yang dapat merugikan masyarakat miskin. (2) Kesetaraan,  Setiap tahapan program terbuka bagi keterlibatan seluruh warga masyarakat, tanpa membedakan latar belakang, asal-usul, agama, status, jenis kelamin dan lainnya. Semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam setiap proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan. (3) Kerelawanan yaitu keterlibatan dalam setiap kegiatan, semata-mata dilandaskan pada keikhlasan untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, tanpa mengutamakan kepentingan pribadi maupun kelompok (4) Keadilan yaitu setiap keputusan yang diambil harus menekankan asas keadilan yang didasarkan pada kebutuhan nyata dan kepentingan masyarakat miskin. (5) Keuletan yaitu seluruh kegiatan dilandasi oleh semangat kerja keras dan tidak mudah putus asa, untuk membantu masyarakat miskin.
            Usulan kegiatan pendirian pelayanan pendidikan atau kesehatan yang baru harus sesuai dengan rencana dari instansi pendidikan atau kesehatan di kabupaten/kota. Karena sifat dana yang terbatas dan tidak bisa mencukupi semua kebutuhan bidang pendidikan dan kesehatan, maka perlu dibuat prioritas kegiatan. Prioritas kegiatan ini perlu dibuat agar kegiatan yang diusulkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, terutama orang miskin. Prioritas kegiatan dibuat berdasarkan atas persoalan/masalah pendidikan dan kesehatan yang sedang terjadi dan yang paling memungkinkan dapat memenuhi ukuran keberhasilan.
            PNPM generasi bersifat stimulan dalam rangka peningkatan akses pendidikan dan kesehatan ibu-anak. Artinya bahwa kegiatan yang akan diadakan masyarakat dalam rangka memenuhi ukuran keberhasilan program tidak semata­-mata hanya berasal dari pemerintah tetapi harus ada upaya nyata dari warga masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang akan diadakan perlu didukung dari swadaya masyarakat, pemerintah daerah atau sumber dana lainnya. Swadaya adalah kemauan dan kemampuan masyarakat yang disumbangkan sebagai bagian dari rasa ikut peduli terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan ibu-anak. Swadaya masyarakat dan desa merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program. Swadaya bisa diwujudkan dengan menyumbangkan tenaga, dana, maupun material pada saat perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan kegiatan.
            Monitoring pencapaian desa terhadap ukuran keberhasilan perlu dilakukan secara khusus dalam program ini untuk melihat seberapa jauh tingkat pencapaian masyarakat desa dalam memenuhi seluruh indikator keberhasilan program, baik bidang kesehatan ataupun bidang pendidikan. Proses monitoring ini dilakukan secara rutin setiap bulan selama tahap pelaksanaan kegiatan sampai menjelang dimulainya sikius tahun berikutnya. (Penjelasan lebih lanjut lihat
            Masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat adalah pelaku utama program mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian. Sedangkan pelaku-pelaku lainnya di tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan seterusnya berfungsi sebagai fasilitator, pendamping, pembimbing dan pembina agar tujuan dapat dicapai dan prinsip-prinsip, kebijakan serta mekanisme program dapat dilaksanakan secara benar dan konsisiten.
            Hasil dari orientasi kondisi desa dicatat sebagai data-data yang selanjutnya diolah menjadi sebuah profil desa dan kecamatan secara sederhana yang dapat menggambarkan tentang keberadaan dan kondisi tempat-tempat pelayanan pendidikan dan kesehatan di kecamatan dan desa. Di samping itu, dalam orientasi ini juga merupakan wahana untuk memahami aspek sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat. Profil sederhana ini, selanjutnya merupakan bahan dasar bagi fasilitator untuk memfasilitasi tahapan-tahapan kegiatan selanjutnya.

2.2    Hakikat Evaluasi Program
2.2.1    Konsep Dasar Evaluasi Program

            Menurut Sutisna (2000 :250) bahwa : “Evaluasi program adalah unsur lain yang sangat penting dari keseluruhan proses pengelolaan kegiatan. Evaluasi program, pada umumnya berkaitan dengan usaha meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya. Evaluasi program adalah proses yang menentukan betapa baiknya organisasi, program-program atau kegiatan-kegiatan sedang atau telah mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, evaluasi program  adalah membandingkan hasil-hasil yang sebenarnya dengan yang dikehendaki dan merumuskan pendapat tentang perbuatan (performance) organisasi dan anggota nya didasarkan pada perbandingan itu.”
            Aktivitas mengevaluasi program sangat diperlukan pertimbangan yang sistematis, rencana, analisis sebab akibat, penyusunan instrumen evaluasi, penyusunan kriteria, serta, deskripsi program dengan jelas. Pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan, terutama untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan program itu.
Menurut Sutisna (2000:252) bahwa : “Fungsi utama evaluasi adalah memberikan data informasi yang benar mengenai pelaksanaan suatu program, sehingga pembinaan program tersebut dapat mengambil keputusan yang tepat, apakah program itu akan diteruskan, ditunda ataukah digagalkan sama sekali. Maka dengan demikian, evaluasi program merupakan suatu kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan dalam pelaksanaan suatu program. Di samping itu, evaluasi berfungsi pula sebagai suatu usaha untuk: (a) menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program, (b) menemukan faktor penghambat pelaksanaan program, (c) menemukan penyimpangan atau kekeliruan pelaksanaan program dan (d) memperoleh bahan untuk penyusunan saran perbaikan, perubahan, penghentian dan penyempurnaan program”
            Jadi, dengan menggunakan proses evaluasi program itu efektivitas seluruh organisasi dan tiap-tiap bagiannya bisa ditentukan. Tidak saja efektivitas program dan jasa organisai yang hendaknya ditentukan itu; juga proses-proses yang digunakan oleh pengelolaan kegiatan  hendaknya dinilai. Proses-proses ini dimaksudkan untuk memperbaiki efektivitas organisasi pada umumnya dan sering mempengaruhi langsung kualitas program-program yang disediakan. Setidak-tidaknya hendaknya dilakukan evaluasi program periodik tentang efektivitas dari pengambilan keputusan, perencanaan, komunikasi, dan proses-proses lain yang digunakan oleh pengelolaan kegiatan.
            Semua kegiatan yang didesain untuk membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya hendaknya dinilai. Evaluasi program yang dilakukan dengan terus- menerus sangat penting oleh karena harus menjadi landasan setiap usaha perbaikan dan penyesuaian kembali di semua bidang pengelolaan kegiatan. Para pengawas tidak akan dapat membuat saran-saran untuk perbaikan organisasi dan program PNPM yang diinginkan, kecuali jika pada mereka tersedia hasil-hasil penilaian.
2.2.2    Tujuan Pelaksanaan Evaluasi Program

            Evaluasi program dilakukan orang untuk berbagai maksud. Perumusan maksud-maksud dengan tegas adalah esensial jika evaluasi program hendak mencapai sasarannya yang tepat. Menurut Arief (2000:20) bahwa : “Tujuan pelaksanaan evaluasi program adalah (1) Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan pada akhir suatu priode kerja, (2) Untuk menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien, (3) Untuk memperoleh fakta-fakta tentang kesukaran-kesukaran dan untuk menghindarkan situasi yang dapat merusak, (4) Untuk memajukan kesanggupan para tutor dan orang tua warga belajar dalam mengembangkan organisasi”
2.2.3    Beberapa model evaluasi program
Menurut Davis pada tahun (1989 : 135) bahwa ada beberapa model yang biasa dan sering digunakan dalam evaluasi program, di antaranya adalah:


a. Technology Acceptance Model (TAM)
Model ini telah banyak digunakan dalam penelitian sistem informasi untuk mengetahui reaksi pengguna terhadap sistem informasi (Landry et. al., 2006). TAM adalah teori sistem informasi yang membuat model tentang bagaimana pengguna mau menerima dan menggunakan teknologi. Model ini mengusulkan bahwa ketika pengguna ditawarkan untuk menggunakan suatu sistem yang baru, sejumlah faktor mempengaruhi keputusan mereka tentang bagaimana dan kapan akan menggunakan sistem tersebut, khususnya dalam hal: usefulness (pengguna yakin bahwa dengan menggunakan sistem ini akan meningkatkan kinerjanya), ease of use (di mana pengguna yakin bahwa menggunakan sistem ini akan membebaskannya dari kesulitan, dalam artian bahwa sistem ini mudah dalam penggunaannya).
TAM yang memiliki elemen yang kuat tentang perilaku (behavioural), mengasumsikan bahwa ketika seseorang membentuk suatu bagian untuk bertindak, mereka akan bebas untuk bertindak tanpa batasan (gambar 1). Beberapa penelitian telah mereplikasi studi Davis untuk memberi bukti empiris terhadap hubungan yang ada antara usefulness, ease of use dan system use (Furneaux, 2006a).
b. End User Computing (EUC) Satisfaction
Pengukuran terhadap kepuasan telah mempunyai sejarah yang panjang dalam disiplin ilmu sistem informasi. Dalam lingkup end-user computing, sejumlah studi telah dilakukan untuk meng-capture keseluruhan evaluasi di mana pengguna akhir telah menganggap penggunaan dari suatu sistem informasi (misalnya kepuasan) dan juga faktor-faktor yang membentuk kepuasan ini.
Model evaluasi ini dikembangkan oleh Doll & Torkzadeh. Evaluasi dengan menggunakan model ini lebih menekankan kepuasan (satisfaction) pengguna akhir terhadap aspek teknologi, dengan menilai isi, keakuratan, format, waktu dan kemudahan penggunaan dari sistem. Model ini telah banyak diujicobakan oleh peneliti lain untuk menguji reliabilitasnya dan hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna meskipun instrumen ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa yang berbeda.
c. Task Technology Fit (TTF) Analysis
Inti dari Model Task Technology Fit adalah sebuah konstruk formal yang dikenal sebagai Task-Technology Fit (TTF), yang merupakan kesesuaian dari kapabilitas teknologi untuk kebutuhan tugas dalam pekerjaan yaitu kemampuan teknologi informasi untuk memberikan dukungan terhadap pekerjaan (Goodhue & Thompson 1995, disitasi oleh Dishaw et al., 2002). Model TTF memiliki 4 konstruk kunci yaitu Task Characteristics, Technology Characteristics, yang bersama-sama mempengaruhi konstruk ketiga TTF yang balik mempengaruhi variabel outcome yaitu Performance atau Utilization (Gambar 2). Model TTF menempatkan bahwa teknologi informasi hanya akan digunakan jika fungsi dan manfaatnya tersedia untuk mendukung aktivitas pengguna.
http://www.istheory.yorku.ca/images/ttf.JPG
Model evaluasi ini pertama kali dikembangkan oleh Goodhue dan Thompson pada tahun 1995. Teori ini berpegang bahwa teknologi informasi memiliki dampak positif terhadap kinerja individu dan dapat digunakan jika kemampuan teknologi informasi cocok dengan tugas-tugas yang harus dihasilkan oleh pengguna (Furneaux, 2006b).
d. Human-Organization-Technology (HOT) Fit Model
Kerangka baru yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi sistem informasi yang disebut Human-Organization-Technology (HOT) Fit Model. Model ini menempatkan komponen penting dalam sistem informasi yakni Manusia (Human), Organisasi (Organization) dan Teknologi (Technology). dan kesesuaian hubungan di antaranya.
Komponen Manusia (Human) menilai sistem informasi dari sisi penggunaan sistem (system use) pada frekwensi dan luasnya fungsi dan penyelidikan sistem informasi. System use juga berhubungan dengan siapa yang menggunakan (who use it), tingkat penggunanya (level of user), pelatihan, pengetahuan, harapan dan sikap menerima (acceptance) atau menolak (resistance) sistem. Komponen ini juga menilai sistem dari aspek kepuasan pengguna (user satisfaction). Kepuasan pengguna adalah keseluruhan evaluasi dari pengalaman pengguna dalam menggunakan sistem informasi dan dampak potensial dari sistem informasi. User satisfaction dapat dihubungkan dengan persepsi manfaat (usefulness) dan sikap pengguna terhadap sistem informasi yang dipengaruhi oleh karakteristik personal.
Komponen Organisasi menilai sistem dari aspek struktur organisasi dan lingkungan organisasi. Struktur organisasi terdiri dari tipe, kultur, politik, hierarki, perencanaan dan pengendalian sistem, strategi, manajemen dan komunikasi. Kepemimpinan, dukungan dari top manajemen dan dukungan staf merupakan bagian yang penting dalam mengukur keberhasilan sistem. Sedangkan lingkungan organisasi terdiri dari sumber pembiayaan, pemerintahan, politik, kompetisi, hubungan interorganisasional dan komunikasi.
Komponen teknologi terdiri dari kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality) dan kualitas layanan (service quality). Kualitas sistem dalam sistem informasi di institusi pelayanan kesehatan menyangkut keterkaitan fitur dalam sistem termasuk performa sistem dan user interface. Kemudahan penggunaan (ease of use), kemudahan untuk dipelajari (ease of learning), response time, usefulness, ketersediaan, fleksibilitas, dan sekuritas merupakan variabel atau faktor yang dapat dinilai dari kualitas sistem. Kualitas informasi berfokus pada informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi termasuk rekam medis pasien, laporan dan peresepan. Kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kualitas informasi antara lain adalah kelengkapan, keakuratan, ketepatan waktu, ketersediaan, relevansi, konsistensi, dan data entry. Sedangkan kualitas layanan berfokus pada keseluruhan dukungan yang diterima oleh service provider sistem atau teknologi. Service quality dapat dinilai dengan kecepatan respon, jaminan, empati dan tindak lanjut layanan.
Ada banyak model yang bisa digunakan dalam melakukan evaluasi program khususnya program pendidikan. Meskipun terdapat beberapa perbedaan antara model-model tersebut, tetapi secara umum model-model tersebut memiliki persamaan yaitu mengumpulkan data atau informasi obyek yang dievaluasi sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan. (Suharsimi Arikunto dan Cecep Safruddin Abdul Jabbar : 2004). Menurut Stephen Isaac dan Willian B. Michael ( 1984 : 7) model-model evaluasi dapat dikelompokan menjadi enam yaitu :
1. Goal Oriented Evaluation.
Dalam model ini, seorang evaluator secara terus menerus melakukan pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian yang terus-menerus ini menilai kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta program serta efektifitas temuan-temuan yang dicapai oleh sebuah program. Salah satu model yang bisa mewakili model ini adalah discrepancy model yang dikembangkan oleh Provus. Model ini melihat lebih jauh tentang adanya kesenjangan (Discrepancy) yang ada dalam setiap komponen yakni apa yang seharusnya dan apa yang secara riil telah dicapai.
 2. Decision Oriented Evaluation
Dalam model ini, evaluasi harus dapat memberikan landasan berupa informasi-informasi yang akurat dan obyektif bagi pengambil kebijakan untuk memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan program. Evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh stufflebeam merupakan salah satu contoh model evaluasi ini. Model CIPP merupakan salah satu model yang paling sering dipakai oleh evaluator. Model ini terdiri dari 4 komponen evaluasi sesuai dengan nama model itu sendiri yang merupakan singkatan dari Context, Input, Process dan Product.
Evaluasi konteks (context evaluation) merupakan dasar dari evaluasi yang bertujuan menyediakan alasan-alasan (rationale) dalam penentuan tujuan (Baline R. Worthern & James R Sanders : 1979) Karenanya upaya yang dilakukan evaluator dalam evaluasi konteks ini adalah memberikan gambaran dan rincian terhadap lingkungan, kebutuhan serta tujuan (goal).
Evaluasi input (input evaluation) merupakan evaluasi yang bertujuan menyediakan informasi untuk menentukan bagaimana menggunakan sumberdaya yang tersedia dalam mencapai tujuan program.  Evaluasi proses (process evaluation) diarahkan pada sejauh mana kegiatan yang direncanakan tersebut sudah dilaksanakan. Ketika sebuah program telah disetujui dan dimulai, maka dibutuhkanlah evaluasi proses dalam menyediakan umpan balik (feedback) bagi orang yang bertanggungjawab dalam melaksanakan program tersebut.
Evaluasi Produk (product evaluation) merupakan bagian terakhir dari model CIPP. Evaluasi ini bertujuan mengukur dan menginterpretasikan capaian-capaian program. Evaluasi produk menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada input. Dalam proses ini, evaluasi produk menyediakan informasi apakah program itu akan dilanjutkan, dimodifikasi kembali atau bahkan akan dihentikan
3. Transactional Evaluation
Dalam model ini, evaluasi berusaha melukiskan proses sebuah program dan pandangan tentang nilai dari orang-orang yang terlibat dalam program tersebut.
4. Evaluation Research
Sebagaimana disebutkan diatas, penelitian evaluasi memfokuskan kegiatannya pada penjelasan dampak-dampak pendidikan serta mencari solusi-solusi terkait dengan strategi instruksional.
5. Goal Free Evaluation.
Model yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini yakni Goal Free Evaluation Model justru tidak memperhatikan apa yang menjadi tujuan program sebagaimana model goal oriented evaluation. Yang harus diperhatikan justru adalah bagaimana proses pelaksanaan program, dengan jalan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang terjadi selama pelaksanaannya, baik hal-hal yang positif maupun hal-hal yang negatif.
6. Adversary Evaluation
Model ini didasarkan pada prosedur yang digunakan oleh lembaga hukum. Dalam prakteknya, model adversary terdiri atas empat tahapan yaitu : (1)  Mengungkapkan rentangan isu yang luas dengan cara melakukan survey berbagai kelompok yang terlibat dalam satu program untuk menentukan kepercayaan itu sebagai isu yang relevan. (2) Mengurangi jumlah isu yang dapat diukur. (3) Membentuk dua tim evaluasi yang berlawanan dan memberikan kepada mereka kesempatan untuk berargumen. (4) Melakukan sebuah dengar pendapat yang formal. Tim evaluasi ini kemudian mengemukakan argument-argumen dan bukti sebelum mengambil keputusan.
2.3       Ruang Lingkup Evaluasi Program
Perencanaan dilaksanakan dengan tujuan menyusun gambaran umum masalah dan sumber daya, menyusun rencana atau program kegiatan prioritas masing-maing bidang, juga perencanaan dapat dipandang sebagai suatu proses penentuan dan penyusunan program-program kegiatan yang dilakukan, berorientasi kemasa depan, spesifik dan operasional. Aspek yang diperhatikan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menurut Ismail (1989 : 97) antara lain : “(a) Harus jelas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, (b) Realistis, artinya mengandung harapan-harapan, relevan dengan tujuan memiliki prosedur, metode dan teknik pelaksanaan yang tepat dan tetap mempertimbangkan sumber daya manusianya. (c) Harus terpadu dan sistematis, yakni memperhatikan unsur-unsur insani dan non insani, memiliki tata urutan berdasarkan skala prioritas”.
Koentjaaraningrat (1981:7) yang menegaskan bahwa : “Fungsi evaluasi mencakup perencanaan, pengorganisasian, pergerakkan, pembinaan dan penilaian”. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Sudjana (2000: 312) bahwa : “Dalam usaha melaksanakan evaluasi program ini dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: (a) pembuatan rencana evaluasi program, (b) pelaksanaan evaluasi program dan (c) (d) pemantauan,  (e) tindak lanjut dan  (f) pelaporan.”
Keenam aktivitas ini diuraikan sebagai berikut :
1.   Pembuatan Rencana Evaluasi Program
Pelaksanaan evaluasi program dilakukan dengan cara mengumpulkan data atau informasi. Dalam evaluasi program ini ada 3 jenis data atau informasi yang diperlukan. Pertama, mengenal dokumen program tertulis. Kedua, informasi mengenai proses pelaksanaan program di lapangan dan ketiga, informasi mengenai hasil dan dampak program itu.
            Dalam usaha menilai program, sering pula digunakan kriteria atau patokan, yaitu suatu pengertian yang dapat dijadikan dasar (standar) menilai atau mengukur. Menurut Raka (1981: 22) bahwa : “Pada dasarnya, dapat dibedakan 2 jenis kriteria, yaitu kriteria internal dan kriteria eksternal. Kriteria internal adalah standar­ yang dijabarkan dari dalam rancangan program, dan kriteria eksternal adalah standar-standar yang diperoleh dari luar program. Kriteria internal suatu program dapat ditinjau dari segi konsistensi, yaitu ketepatan atau kesesuaian antara komponen yang satu dengan komponen lainnya dalam program tersebut. Kesesuaian atau ketepatan antara komponen-komponen itu, misalnya antara (a) tujuan dengan kegiatan-kegiatan, (b) tujuan dengan kemampuan pelaksana, (c) tujuan dengan isi atau pesan yang disampaikan, (d) tujuan dengan instrumen evaluasi, (e) tujuan atau output program dengan biaya, apakah biaya yang direncanakan cukup untuk menunjang pelaksanaan program itu sampai berhasil.
            Kriteria eksternal suatu program, misalnya dapat ditinjau dari:  
a.   Mengidentifikasi kesesuaian antara kebijakan umum dan tujuan program.

            Biasanya suatu program disusun dan dilaksanakan berdasarkan suatu kebijakan. Kebijakan tersebut; dianggap sebagai kriteria eksternal. Pengaruh ganda (multiplier effects). Suatu program mempunyai pcngaruh ganda, yaitu kalau hasilnya mempengaruhi orang-orang yang bukan menjadi kelompok sasaran program itu.
b.   Pemberian pertimbangan dilakukan oleh evaluator yang dipandang ahli dalam bidangnya harus realistis atau dapat diukur.

            Pertimbangan itu merupakan proses berpikir secara subjektif, walaupun pertimbangan itu didasarkan pada data atau informasi yang telah dikumpulkan. Ada dua pendekatan dalam pemberian pertimbangan. Pertama, pendekatan pengukuran pencapaian tujuan, yaitu menyoroti efektivitas dan efisensi pencapaian tujuan yang dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip pengukuran. Kedua, pendekatan situasi, yang memberikan perhatian besar pada kontek lingkungan sosial tempat program itu berlangsung, atau dengan ungkapan lain memikirkan dampak program itu secara keseluruhan pada lingkungan sosial.
            Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan perencanaan evaluasi program dalam penelitian  ini adalah pengambilan keputusan  mengenai apa yang dilaksanakan dan merupakan langkah awal sebelum kegiatan evaluasi program dimulai. Aktivitas perencanaan evaluasi program  diindikasikan dengan aktivitas (1) mengidentifikasi tujuan, (2)  realistis atau dapat diukur  (3) terpadu dan  sistematis.
2.   Pelaksanaan Evaluasi Program
Kegiatan pelaksanaan evaluasi program sesungguhnya sama dengan kegiatan pengumpulan data atau informasi mengenai proses pelaksanaan program di lapangan. Tetapi tujuan monitoring terutama untuk meluruskan proses pelaksanaan program, akibat adanya kendala-kendala yang, timbul di luar perhitungan. Dalam pembuatan rencana evaluasi program ini, maka perlu dipertimbangkan tiga komponen evaluasi program yaitu deskripsi program, kriteria dan judgement (pertimbangan)
lnformasi mengenai program merupakan bahan penting untuk pelaksanaan evaluasi. Menurut Singarimbun (1999 :129) bahwa : “Informasi mengenai program yang akan dievaluasi dapat berupa (1) dokumen tertulis program yang akan dievaluasi, (2) gagasan dan peristiwa-peristiwa yang menjadi latar belakang dilaksanakannya program tersebut, (3) hasil uji coba ataupun flesibility study  tentang kemungkinan tercapainya tujuan program itu, (4)  hasi1 studi kasus atau informasi deskriptif mengenai pelaksanaan program, (5) hasil riset pelaksanaan program itu”.
            Studi mengenai program itu, baik pelaksanaan maupun hasil atau dampak program tersebut, biasanya berkaitan dengan persepsi dan sikap orang-orang yang bersangkutan dengan program, yaitu para pelaksana program para konsumen program, perencana program dan evaluator sendiri. Pendapat para evaluator merupakan pendapat yang penting bagi pimpinan atau pengarah kebijakan, karena mereka dianggap lebih ahli. Semua komponen program, proses maupun hasil serta dampak program diperinci dan dianalisis secara sistematis, yang selanjutnya masing-masing komponen, proses, hasil dan dampak program setelah dianalisis kemudian diberi judgement (pertimbangan).
            Pelaksanaan kegiatan evaluasi bertujuan mendayagunakan sumber daya yang ada guna teroganisirnya pelaksanaan program atau kegiatan. Adapun pengorganisasian itu kegiatannya mengacu pada hal-hal sebagai berikut: (a) Mengorganisasikan tujuan ataupun sasaran evaluasi program, (b) Menjabarkan sejumlah kegiatan dan personil yang mempertanggungjawabkan kegiatan tersebut. (c) Memberikan informasi untuk kejelasan tugas-tugas yang diemban dan mengupayakan seluruh potensi yang menunjang pelaksanaan tugas.
Dalam pelaksanaan evaluasi program, diperlukan instrumen evaluasi. Pada umumnya instrumen evaluasi itu terdiri dari  pedoman observasi, pedoman wawancara, angket (daftar pertanyaan), skala sikap/minat dan skala keterampilan. Instrumen evaluasi itu biasanya disusun oleh para ahli. Aspek yang terpenting adalah kita harus mampu menggunakan instrumen yang telah dibuat itu. Dalam setiap instrumen biasanya disertai petunjuk bagaimana mengerjakan instrumen tersebut.
            Maksud proses evaluasi program ialah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Karena itu, suatu rencana tindakan perlu disusun dan dimulai sebelum evaluasi program itu sendiri akan membuktikan kegunaannya. Ada banyak aspek pada suatu usaha yang bisa dinilai, untuk mencoba suatu evaluasi program umum tentang seluruh aktivitas organisasi.  Melalui hasil kegiatan penilaian dapat memusatkan perhatian kepada beberapa bagian tertentu dari keseluruhan usaha. Namun dalam hal ini hubungan-hubungan dari bagian-bagian itu kepada keseluruhannya harus tetap diperhatikan.
            Secara logis, langkah pertama dalam proses evaluasi program ialah pilihan dan perumusan tentang apa yang hendak dinilai. Aspek yang berikut adalah sekedar beberapa contoh dari sekian banyak pertanyaan yang bisa memberi arah kepada proses penilaian.
            Dalam proses evaluasi program ialah penetapan kriteria untuk mempertimbangkan apapun yang akan dinilai itu. Pada dasarnya kriteria ini bersifat filosofis, karena ia mewakili sistem nilai yang dipunyai oleh orang atau orang-orang yang bertanggung jawab tentang penilaian. Ini tidak berarti bahwa kriteria itu tidak didasarkan fakta-fakta. Orang-orang yang menyusun kriteria itu tentu akan menggunakan pengetahuan yang tersedia dan pendapat para ahli; namun kriteria yang diterima itu akhirnya dirumuskan, ia akan mencerminkan suatu sistem nilai yang disetujui oleh mereka yang merumuskannya. Kriteria itu akan menunjukkan apa yang dianggap baik, yaitu apa yang seharusnya, oleh para evaluasi program mengenai apa yang sedang dinilai.         
            Aspek yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan evaluasi program PNPM  adalah orang-orang yang akan terlibat dalam evaluasi program sama-sama menyetujui kriteria yang akan digunakan itu; jika tidak, tak akan ada dasar yang sama bagi pertimbangan tentang arti data yang akan dikumpulkan. Kriteria itu juga hendaknya disusun dalam bentuk yang sesuai sehingga bisa mengarahkan pengumpulan dan interpretasi data mengenai program atau kegiatan yang hendak dinilai.
            Proses evaluasi ialah penetapan tentang data macam apa yang benar-benar berhubungan dengan kriteria itu dan bagaimana data itu bisa dikumpulkan. Suatu cara mengumpulkan data yang baik ialah menghasilkan penghimpunan informasi yang diperlukan dalam bentuk yang segera bisa dipakai. Lagi pula data yang terkumpul itu harus benar-benar berhubungan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
            Kemudian dilanjutkan dengan interpretasi data berkenaan dengan kriteria yang telah ditetapkan, akan tetapi data yang tepat memang menyediakan dasar bagi pembuatan pertimbangan yang rasional dalam hubungan dengan kriteria yang telah disepakati itu.
            Dalam kenyataannya langkah-langkah itu mungkin tidak benar-benar terpisah dalam waktu. Selagi observasi sedang dilakukan, kriteria yang ditetapkan semula dapat saja mengalami penyesuaian dan, pada gilirannya, mengubah observasi. Interpretasi data memusatkan perhatian pada kriteria maupun observasi yang telah dibuat, dan sebagai akibatnya bisa mempengaruhi salah satu di antaranya. Karena itu, jika evaluasi program menyangkut efektivitas yang sedang berubah dari suatu program atau paktek, seperti yang sering terjadi dalam organisasi pendidikan, pengumpulan data itu hendaknya dicapai dalam waktu yang sesingkat mungkin.
            Berdasarkan uraian di atas maka inti aktivitas evaluasi program adalah pelaksanaan kegiatan evaluasi program yang  bertujuan  untuk mengaktifkan semangat dan memotivasi sehingga dengan senang hati melakukan fungsi organisasi. Sehubungan dengan itu aspek yang perlu diperhatikan yaitu menginformasikan waktu pelaksanaan kegiatan,  menjabarkan tugas dan kejelasan  metode  tugas masing-masing personil.
3.   Tindak Lanjut Program
            Fungsi tindak lanjut dalam kegiatan evaluasi program pada PNPM  adalah mengarahkan dan menuntun agar suatu kegiatan yang dilakukan tetap berada dalam bingkai aturan prosedural sesuai mekanisme. Untuk hal-hal itu perlu diperhatikan dalam tindak lanjut menurut Sutisna (2000 : 251) tindakan lanjut evaluasi program berupa (1) Membimbing hasil temuan pelaksanaan, (2) Melakukan tindakan perbaikan dan  (3) Menetapkan solusi. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Sudjana (2000 : 123)  bahwa kegiatan tindak lanjut pada evaluasi program  berfungsi untuk memperoleh umpan balik yang dapat digunakan sebagai dasar penyempurnaan program pembinaan dan pengembangan program yang mencakupi (a) Bertindak preventif terhadap penyimpangan program kerja, (b) Membimbing untuk peningkatan prestasi, (c) Memberi sanksi untuk perbaikan kinerja, (d) Menetapkan solusi untuk peningkatan kerja.
            Fungsi tindak lanjut program bertujuan mengukur tingkat pencapaian kegiatan. Evaluasi program dilakukan untuk hal-hal sebagai berikut (a) Mengevaluasi pencapaian rencana yang diprogramkan, (b) Mengkaji/menganalisis faktor penghambat dan pendukung pencapaian tujuan kegiatan, (c) Menindak lanjuti hasil evaluasi program kegiatan.
            Sesuai dengan uraian di atas maka yang dimaksud dengan tindak lanjut evaluasi program  dalam  penelitian ini adalah upaya untuk mengembangkan program  berdasarkan kesesuaian aktivitas perencanaan dengan data yang telah diperoleh  pelaksanaan program tersebut.   Aktivitas tindak lanjut dalam penelitian ini diindikasi dengan beberapa aspek yaitu (1) Membimbing atau membina program  (2)  Melakukan   tindakan perbaikan dan (3) Menetapkan solusi.
4. Aktivitas Pemantauan
            Pemantauan adaiah kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan prosedur program atau tidak. Kegiatan ini dilakukan di seluruh tahapan kegiatan program, sejak pelatihan dan sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian. Pelaku pemantauan adalah masyarakat, aparat pemerintah di berbagai tingkat, konsultan, fasilitator, lembaga donor, dan lain-lain. Manfaat dari pemantauan adalah untuk memperbaiki kualitas pelaksanaan kegiatan, sebagai input untuk evaluasi terhadap pelaksanaan program dan dasar pembinaan atau dukungan teknis kepada pelaku program dan masyarakat.
Jenis kegiatan pemantauan dalam program ini meliputi :
1) Pemantauan Partisipatif oleh Masyarakat
            Pemantauan partisipatif oleh masyarakat adalah pemantauan terhadap pelaksanaan program yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Masyarakat adalah pemilik program dan mereka bertanggungjawab memantau proses kegiatan program tersebut. Dalam forum musyawarah desa, masyarakat dapat memilih dan membentuk kelompok/tim khusus yang akan melakukan pemantauan secara sukarela demi kepentingan masyarakat desanya. Selain itu ada pemantuan melalui kunjungan silang antar desa.
2)   Pemantauan oleh Pemerintah yang Berwenang
            Pemantauan oieh pemerintah yang berwenang adalah kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh aparat pemerintah yang berwenang. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa program berjalan sesuai prinsip dan prosedur serta dipakai sebagaimana mestinya. Semua pegawai pemerintah yang terlibat dalam program (Tim Koordinasi, Bupati, Camat, Kepala Desa, Pengawas Sekolah, Puskesmas, dll) mempunyai tugas mengunjungi lokasi pelaksanaan program, baik secara rutin maupun berkala untuk memantau pelaksanaan kegiatan dan membantu memfasilitasi penyelesaian masalah.
3)   Pemantauan oleh Konsultan dan Fasilitator
            Pemantauan oleh konsultan dan fasilitator adalah kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh konsultan atau fasilitator. Konsultan pusat, konsultan provinsi, konsultan kabupaten, dan FK mempunyai tanggung jawab untuk memantau kegiatan PNPM Generasi. Masyarakat wajib melakukan pengecekan untuk mengetahui pelaksanaan setiap tahapan kegiatan sudah berjalan sesuai dengan rencana, dan apakah prinsip maupun prosedur program juga diterapkan dengan benar.
5. Pelaporan
            Pelaporan merupakan proses penyampaian data dan atau informasi mengenai perkembangan atau kemajuan setiap tahapan dari pelaksanaan program, kendala atau permasalahan yang terjadi, penerapan dan pencapaian dari sasaran atau tujuan program. Mekanisme pelaporan dilakukan melalui jalur struktural dan jalur fungsional konsultan, sebagai upaya untuk mempercepat proses penyampaian data dan atau informasi dari lapangan.         Sistem laporan dari desa agar dibuat sesederhana mungkin, mengingat keterbatasan kemampuan administratif dari pelaksana kegiatan di desa. Mated laporan berupa data dan atau informasi yang benar dan akurat jauh lebih diutamakan daripada bentuk laporannya.
2.4    Faktor-Faktor yang Menghambat Evaluasi PNPM

            Di dalam meningkatkan fungsi dan pengelolaan  PNPM  hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu.
2.4.1    Tingkat Pendidikan Masyarakat
            Setiap kegitan yang ditawarkan atau disosialisasikan kepada masyarakat sangat sulit mengatakan musah untuk diterima. Namun berbagai persepsi dan sikap masyarakat terkadang pesimis trhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Menurut Sarief (1984:74) bahwa : “Tingkat pendidikan setiap orang dapat berpengaruh pada pola pikir tindakan dan pemahamnnya terhadap suatu hal baru yang terjadi di lingkungannya. Berpijak dari ungkapan tersebut tidak selamanya kegiatan yang diharapkan tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat langsung beroleh tanggap positif terhadap penggeneralisasian. Sebelumnya mendapat tantangan dan hambatan”.
            Terkait dengan pengelolaan  (PNPM)  itu sendiri, hal tersebut benar-benar perlu disikapi dan ditanggapi positif sehingga harapan-harapan yang diinginkan dapat tercapai, namun sebaliknya jika sikap arogan dan emosi yang tak terkendali menanggapi sikap-sikap masyarakat yang dikedepankan maka gagallah harapan-harapan tersebut.
2.4.2    Partisipasi Masyarakat
            Pengertian partisipasi bila ditinjau dari aktivitas suatu organisasi menurut Tjokrowinoto (1974:37) bahwa : “Partisipasi adalah penyertaan mental dan emosi seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk mengembangkan daya pikir dan perasaan mereka bagi tercapainya tujuan-tujuan, bersama bertanggung jawab terhadap tujuan tersebut.” Kemudian menurut Davis (1977:185) bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut serta bertanggung jawab didalamnya. Dalam definisi ini kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi.
            Partisipasi itu menjadi lebih baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan. Keterlibatan mental dan emosi serta fisik anggota dalam memberikan inisiatif terhadap kegiatan-kegiatan yang dilancarkan oleh organisasi serta mendukung pencapaian tujuan dan bertanggung jawab atas keterlibatannya.
            Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat diketahui bahwa dalam partisipasi terdapat unsur keterlibatan pengelola dan tutor dalam segala kegiatan yang dilaksanakan oleh PNPM, dan kemauan anggota untuk berinisiatif dan berkreasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilancarkan oleh organisasi. Sifat dari partisipasi itu yaitu  adanya kesadaran dari anggota  kelompok, tidak adanya unsur paksaan, dan  anggota merasa ikut memiliki.  Hal ini senada dengan pendapat dari Nawawi dan Marthini (1995:77) bahwa : “Fungsi partisipasi tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua arah, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan sesama orang yang dipimpin. Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan dalam mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompoknya memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi atau jabatan masing-masing. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok dari orang lain “
            Pendapat di atas menekankan bahwa perilaku partisipatif pengelola dan tutor dalam kegiatan organisasi hanya mungkin terwujud,  jika dalam mengelola kegiatan  dapat mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan, dan pandangan dalam memecahkan masalah–masalah seperti untuk mengambil keputusan-keputusan.  Dari sisi lain perilaku partisipatif juga kesediaan para pembina  untuk tidak berpangku tangan pada saat masyarakat  yang dipimpin melaksanakan keputusannya. Pemimpin tidak boleh sekedar mampu membuat keputusan dan memerintah pelaksanaannya, tetapi juga ikut dalam proses pelaksanaanya, dalam batas–batas tidak menggeser dan menggantikan petugas yang bertanggung jawab melaksanakannya.
Sehubungan dengan resiko yang dapat terjadi dalam pengambilan keputusan, setiap pimpinan dan staf dituntut  untuk rasa tanggung jawabnya, dengan tidak mengelak dari tugas, apabila terjadi kekeliruan atau kesalahan. Untuk itulah dalam kepemimpinan yang efektif, pengambilan keputusan tidak sekedar harus cepat, tetapi juga hati-hati dan cermat agar  diperoleh keputusan yang tepat.
Proses pengambilan keputusan seperti yang dipaparkan di atas telah menggambarkan bahwa dinamika kelompok sangat tergantung pada keputusan–keputusan yang ditetapkan. Dari proses itu dihasilkan  keputusan–keputusan yang pelaksanaannya menjadi kegiatan yang berpengaruh langsung pada perkembangan dan kemajuan kegiatan PNPM.
            Adapun prasyarat-prasyarat sebagai kondisi pendahuluan agar tercapainya partisipasi oleh Westra (1977:280-281) : “(1) tersedianya waktu yang cukup untuk mengadakan partisipasi, (2) pembiayaan hendaknya tidak melebihi nilai-nilai hasil  yang diperoleh, (3) pelaksanaan partisipasi haruslah memandang penting serta urgen terhadap kelompok kerja, (4) peserta partisipasi haruslah mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu agar efektif untuk dilibatkan, (3) pelaku partisipasi haruslah berhubungan agar saling tukar ide, (4) tidak ada pihak-pihak yang merasa terancam dengan adanya partisipasi itu, dan (5) partisipasi agar efektif jika didasari atas asas-asas adaya kebebasan kerja.”
            Menyimak beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengukur partisipasi pengelola dan tutor dalam kegiatan PNPM  dapat dilihat dari seberapa jauh keterlibatan personal yang terdiri dari tutor dan pengelola dalam aktivitas PNPM, dimana mereka menjadi anggotanya. Partisipasi tersebut akan terwujud apabila pengelolaan kegiatan PNPM  memberikan peluang bagi tutor dan pengelola untuk mengembangkan potensi berpikir yang mereka miliki. Peluang untuk berpartisipasi tersebut luas di dalam kegiatan PNPM  yang bersifat demokratis baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam praktek pelaksanaan dan evaluasi hasil pelaksanaan keputusan. Dengan demikian PNPM   merupakan salah satu organisasi yang memungkinkan bagi pengelola dan tutor untuk berpartisipasi penuh.
            Terkadang karena tuntutan kebutuhan menjadi salah satu penyebab kurang suksesnya pengelolaan  (PNPM)  karena dengan berbagai kesibukan untuk kerja mencari nafkah, sehingga sulit untuk mengaitkan masyarakat ikut berperan atau berpartisipasi dalam mengoptimalkan dalam pengelolaan  PNPM. Meskipun apa yang dilaksanakan sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.
            Kesadaran dan proaktif masyarakat ikut berpartisipasi langsung dalam pengelolaan  (PNPM) dapat digalakkan dan ditumbuhkembangkan sehingga kehadirannya benar-benar dan memberi arti penting dalam meningkatkan kualitas dan kesejahteraan dalam kehidupan.
2.5    Usaha-Usaha Meningkatkan Evaluasi Program Pengelolaan  (PNPM)  

            Efektivitas pengelolaan  (PNPM)  selain mempertahankan faktor-faktor yang mempengaruhinya, perlu pula dilaksanakan usaha-usaha dalam peningkatannya. Menurut Sudjana (2003:1–2) menjelaskan bahwa “Pengelolaan  (PNPM)  selain mencakup fungsi perecanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan dan penilaian. Untuk meningkatkannya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kemanusiaan, kolaboratif, partisipatif berkelanjutan dan budaya.
            Selanjutnya dijelaskan bentuk-bentuk pendekatan itu adalah :
2.5.1    Pendekatan Kemanusiaan (Humanistic Approach)
            Dalam pengelolaan  (PNPM)  warga belajar dan sumber daya manusia lainnya dipandang sebagai subyek, bukan obyek. Mereka dipandang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan diri, masyarakat dan lembaga. Sehubungan dengan itu setiap warga belajar harus dilakukan secara wajar, dan bila mereka diajak untuk berdialog  untuk membicara pergembangan PNPM  ke depan.
2.5.2    Pendekatan Kolaboratif (Collaborative Approach)
            Pendekatan ini mengisyaratkan bahwa banyak pihak yang menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat sehingga para penyelenggara, pengelola dan pendamping  PNPM  perlu melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait. Kerja sama pihak yang dimaksud adalah dengan instansi-instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat maupun perusahaan-perusahaan yang ada. Oleh karen itu  PNPM  bersama pihak terkait dapat melaksanakan fungsi pelayanannya kepada masyarakat secara sinergi.
2.5.3    Pendekatan Partisipatif (Participalory Approach)
            Pendekatan ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan dan pengelolaan  PNPM  berupaya seoptimal mungkin melibatkan warga belajar dan masyarakat serta instansi-instansi terkait dalam melakukan fungsi-fungsi pengelolaan, khususnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program terhadap hasil dan dampak program-program  (PNPM) . http://www.bappenas.go.id/bap_ ind.html
2.5.4    Pendekatan Berkelanjutan (Continuotion Approach)
            Pendekatan ini mengandung makna bahwa  (PNPM)  dan pelaksanaan fungsi pengelolaannya dilakukan secara terus menerus. Sehubungan dengan itu pengelolaan  PNPM  diharapkan dapat menumbuhkembangkan kader-kader dari masyarakat sehingga pada gilirannya nanti mereka mampu mengelola program-program di  PNPM  tanpa dominasi oleh pihak-pihak lain.
2.5.5    Pendekatan Budaya (Cultural Approach)
            Pendekatan budaya memiliki arti bahwa memberi arah kepada penyelenggara, pengelola dan pendamping  (PNPM)  untuk dapat menghargai budaya termasuk tradisi dan adat istiadat yang berkembang di masyarakat, serta dapat memanfaatkan budaya setempat dalam pengelolaan program-program  PNPM.
            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagai usaha dalam meningkatkan pengelolaan  PNPM  bagi tutor maupun pengelolannya harus mampu menerapkan dan mengaktualisasikan berbagai pendekatan kepada masyarakat pihak-pihak terkait lainnya. Dan melalui pengimplementasian pendekatan-pendekatan pengelolaan  PNPM  dengan mudah dapat diatasi untuk pemecahannya.
2.6    Kerangka Berpikir
            Keberadaan PNPM sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat miskin, akan efektivitas proses dan hasil penyelenggaraannya sangat  tergantung pada kemampuan pengelola, untuk menjabarkan fungsi-fungsi evaluasi program yang mencakupi perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Selain itu juga  tidak lepas dari peran dan partisipasi unsur-unsur terkait stockholder untuk memotivasi warga masyarakat agar benar-benar dapat mendukung wadah tersebut. Akuntabilitas pengelola dan tutor terhadap optimalisasi pemanfaatan  PNPM  selain terwujud dalam penjabaran fungsi-fungsi pelaksanaan evaluasi program, juga harus nampak dalam peningkatan dan pengembangan kegiatan melalui usaha-usaha tertentu dengan  berbagai pendekatan.
            Pada intinya evaluasi program pada  PNPM  adalah suatu upaya untuk peran program ini bagi banyak orang. Pengelola dan masyarakat sangat berkepentingan dengan evaluasi program itu karena mereka diserahi tanggung jawab atas pengembangan program pendidikan yang baik. Tak dapat diragukan lagi, masyarakat yang mempercayakan pelaksanaan pendidikan dan kesehatan kepada PNPM  merupakan wujud kepercayaan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat dipahami bahwa bila pelaksanaan evaluasi program dilaksanakan dengan baik maka dapat diketahui secara dini dan akurat ketercapaian program yang telah dilaksanakan. Sebaliknya jika pelaksanaan evaluasi program tidak dilakukan secara optimal maka tingkat ketercapaian program tidak dapat diketahui dengan jelas dan sebagai akibatnya tujuan yang telah ditetapkan dalam aktivitas perencanaan tidak dapat tercapai dengan baik.


























BAB III
METODE  PENELITIAN



3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
            Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo. Waktu yang dibutuhkan untuk dilaksanakan penelitian ini adalah selama 5 (lima) bulan.
3.2    Metode Penelitian
            Sesuai dengan sifat masalah, maka penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu menggunakan metode deskriptif, karena penelitian ini berupaya menggambarkan tentang pelaksanaan evaluasi program pada PNPM Generasi Sehat dan Cerdas Kecamatan Mootilango  Kabupaten Gorontalo.
3.3    Variabel Penelitian
            Penelitian ini hanya mengandung satu variabel yaitu pelaksanaan evaluasi pada PNPM di Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo. Pelaksanaan evaluasi pada PNPM yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah serangkaian aktivitas untuk menentukan kualitas pelaksanaan pengelolaan program dalam suatu organisasi, dengan cara membandingkan hasil-hasil yang sebenarnya dengan yang dikehendaki serta merumuskan hasil kerja (performance) organisasi dalam mencapai tujuan.  Pelaksanaan evaluasi pada PNPM Generasi Sehat dan Cerdas adalah skor yang diperoleh responden yang diukur melalui angket dan mengukur implementasi program dengan indikator  yaitu (a) Perencanaan program yaitu suatu aktivitas pengambilan keputusan yang dilakukan secara sadar, terorganisasi, dan terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif tindakan guna mencapai tujuan atau sasaran (b) Pelaksanaan  program adalah proses kegiatan yang melibatkan semua sumber daya manusia, dana dan sarana sesuai dengan pedoman dan petunjuk, waktu dan tempat yang telah ditetapkan (c) Tindak lanjut adalah proses pengembangan yang dilakukan terhadap hasil masing–masing komponen atau hubungan timbal balik antara komponen yang satu dengan yang lain, sehingga dapat ditemukan pemikiran atau gagasan untuk mengembangkan program–program selanjutnya.
3.4    Populasi dan Sampel
3.4.1    Populasi
            Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengelola program yang pada PNPM Generasi Sehat dan Cerdas Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo dengan jumlah 170 orang. Penetapan besarnya sampel dalam penelitian ini mengikuti keteraturan Arikunto (1999:120) yakni “Apabila subyek kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Selanjutnya ada subyeknya besar maka diambil antara 10%-15% atau 20%- 25% atau lebih tergantung waktu, tenaga dan dana“. Berdasarkan pendapat di atas maka jumlah anggota sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 85 orang atau50%
3.5    Teknik Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini adalah angket. Angket atau kuisioner sebagai instrumen pokok pengumpulan data penelitian yang diberikan kepada responden untuk diisi guna memperoleh data hasil penelitian. Angket sebagai  instrumen  dalam penelitian ini mencerminkan indikator-indikator dari variabel penelitian dengan pilihan jawaban yaitu  selalu, sering, jarang dan tidak pernah dengan masing-masing skor yaitu 4, 3, 2 dan 1.
3.6 Teknik Analisis Data
            Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis  statistik deskriptif yaitu analisis data yang menggunakan rumus  persentasi (5)  dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1.   Menentukan skor capaian responden dalam bentuk persentase dengan rumus sebagai berikut: 
Keterangan      P         =          Presentase
                        SS        =          Jumlah skor responden
SN       =         Skor ideal yaitu skor kriterium tertinggi
(Purwanto,1991: 113)
            Penjelasan terhadap rumus di atas sebagai berikut :
a.    Pr adalah persentase capaian responden untuk setiap alternatif jawaban.
b.    S adalah skor capaian responden untuk setiap alternatif jawaban dan ditentukan dengan cara mengalikan bobot masing-masing alternatif jawaban dengan frekuensi capaian responden seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1 : Penentuan Persentase Capaian Responden
              
Nomor
Alternatif jawaban
Bobot
Rumus Menentukan Kolom Skor
1
Selalu
4
4 x frekuensi
2
Banyak Kali
3
3 x frekuensi
3
Kadang-kadang
2
2 x frekuensi
4
Tidak pernah
1
1 x frekuensi
c.   N adalah skor ideal yaitu merupakan bobot tertinggi dikalikan jumlah responden sehingga skor ideal untuk setiap item sama yaitu  b  x n
2.    Merekapitulasi jawaban responden
            Setelah ditentukan persentase (%) capaian responden maka langkah selanjutnya adalah merekapitulasi jawaban responden dalam dua kategori yaitu kategori tinggi dan kategori rendah. Pemahaman terhadap kategori tinggi dalam penelitian ini yaitu akumulasi skor capaian responden yang memilih alternatif jawaban selalu dan sering. Sedangkan kategori rendah adalah akumulasi persepsi dari pernyataan responden yang memilih alternatif jawaban  kadang-kadang dan tidak pernah.
            Setelah dilakukan pengkategorian untuk setiap item instrumen, selanjutnya diakumulasi untuk menentukan skor bagi setiap sub indikator, kemudian skor setiap sub indikator diakumulasi lagi untuk mendapatkan skor setiap indikator penelitian. Skor setiap indikator diakumulasi lagi untuk menentukan total variabel yang diteliti atau untuk menjawab permasalahan penelitian.
            Skor masing-masing sub indikator dikonversikan dengan tabel interprestasi data seperti pada tabel 2 sebagai patokan guna mengetahui tingkat kualitas masing-masing sub indikator dan variabel penelitian. Rekapitulasi jawaban responden ditampilkan setelah pemaparan hasil pengolahan data untuk masing-masing item pertanyaan bagi setiap indikator atau sub indikator penelitian.


Tabel  2 :   Interpretasi Kualitas Jawaban Responden

Nomor
Rentang Presentase (%)
Interpretasi Kualitas
1
2
3
4
76- 100
55-75
40 -54
0 – 39
Baik
Cukup
Kurang Baik
Tidak Baik
(Arikunto, 1999 :246)


































DAFTAR PUSTAKA


Anoraga Pandji dan Sri Suyati, 1987. Perilaku Keorganisasian. Jakarta. Pustaka Jaya.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur  Penelitian  Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

................. 1999.  Dasar-Dasar Evaluasi  Pendidikan . Jakarta. Rineka Cipta.
Arif Zainudin, 2000. Pengertian Monitoring, Supervisi, Evaluasi dan Pelaporan  Pendidikan Luar Sekolah; Jakarta Universitas Terbuka.

Bappenas, 2000. Program Pembangunan Nasional, http://www.bappenas.go.id/bap_ ind.html
Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga. 2003. Peran Program PLSP Dalam Mengembangkan Potensi Masyarakat Menuju Kemandirian Bangsa. Jakarta.  Depdikbud.

Joni Raka. 1981. Penilaian Program Pendidikan. P3G. Jakarta.

Keith Davids,1977. Human Relation, Work The Dinamic Organization Behavior, New York Mc.Graw Hill.
Koentjaraningrat, 1981. Metode-Metode Penelitian  Masyarakat. Jakarta. Gramedia
Moelyarto, Tjokrowinoto, 1974. Beberapa Teknik  dalam Hubungan Kerja. Jogyakarta.
Nawawi Hadari dan Marthini. 1995. Kepemimpinan yang Efektif. Jogyakarta: Gajah Mada University Press.
Purwanto, Ngalim. 1991.Prinsip–Prinsip dan Teknik Evaluasi Pembelajaran. Bandung  : Remaja Rosdakarya.
Masya, Ismail dkk. 1983. Manajemen Pendidikan. Jakarta. Depdikbud.
Sudjana, H.D.2000. Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung. Falah Production.
Tim Koordinasi Program Pengembangan Kecamatan. 2007. Tugas dan Tanggung Jawab Pelaku PPK. Jakarta. Departemen Dalam Negeri.

Tim Koordinasi Program Pengembangan Kecamatan. 2007. Jenis dan Proses Pelaksanaan Kegiatan–Kegiatan PPK. Jakarta. Departemen Dalam Negeri.

Tim Koordinasi Program Pengembangan Kecamatan. 2007. UPK, Penyaluran Dana dan Administrasi Kegiatan PPK. Jakarta. Departemen Dalam Negeri.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung. Alfa Beta.

Suryosubroto, B.2001.  Proses Belajar  Mengajar di Sekolah. Jakarta. Rineka Cipta.

Singarimbun Masri dan Effendi Sofyan. 1999. Metode Penelitian Survei. Jakarta; LP3S.

Sutisna, Oteng. 2000. Administrasi Pendidikan Dasar Teoretis untuk Praktek Profesional. Bandung.Angkasa.

Westra, Pariata .1977. Human Relation. Jogyakarta. BPA. UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar